Rabu, 09 Oktober 2013

Artefak di Museum Gajah Hilang




 http://www.jurnal3.com/wp-content/uploads/2013/09/Lempeng-Naga-Mendekam-Berinskipsi.jpg


Berikut ini empat benda purbakala yang hilang tersebut:

1. Lempengan Naga
Diperkirakan telah berusia sejak 10 Masehi. Ditemukan di daerah Jalatunda, Jawa Timur, lempengan emas berbentuk naga ini merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Panjangnya 5,6 sentimeter dengan lebar 5 sentimeter.

2. Lempengan Bulan Sabit
Diperkirakan telah berusia sejak 10 Masehi. Ditemukan di daerah Jalatunda, Jawa Timur, lempengan ini juga merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Berbentuk lempengan bulan sabit dari emas dan di kedua ujungnya ada empat buah ukiran segitiga lancip. Segitiga ini seakan membentuk cakar. Di lempengan ini ada enkripsi jawa kuno yang sudah samar. Panjangnya 8 sentimeter dengan lebar 5,5 sentimeter.

3. Cepuk
Sama dengan Lempengan Naga dan Bulan Sabit, artefak ini diperkirakan berusia sejak 10 Masehi sebagai peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Berbentuk seperti dandang kecil dengan tutupnya, cepuk ini terbuat dari emas dengan teknik pukul, pembengkokan, dan patri. Permukaannya tidak rata tapi kokoh dan tegak. Ada ukiran yang sudah tipis. Dasarnya agak cembung dengan bibir cepuk tajam dan menghadap ke atas. Tutupnya memiliki pegangan seperti stupa dan berongga. Diameternya 6,5 sentimeter dengan tinggi 6,5 sentimeter.

4. Lempengan Harihara
Ditemukan di Belahan, Penanggungan, Jawa Timur. Usianya diperkirakan sejak 10 Masehi. Dengan panjang 10,5 sentimeter dan lebar 5,5 sentimeter, lempengan ini dibuat dari campuran perak dan emas. Ada relief Harihara yang sedang berdiri di atas teratai ganda. Hirahara digambarkan berkucir ke atas dengan hiasan bunga mekar. Tangan kanan diletakan di atas tangan kiri di depan perut. Di belakang kepalanya ada hiasan sinar dewa dengan lidah api dan titik-titik. Lengannya mengenakan gelang motif bunga dan ada anting bulat. Kain yang dikenakannya sebatas lutut dan mengenakan sampur semacam selendang di kanan kiri.

Save Trowulan







Terima kasih telah menandatangani petisi kami, "Jangan rusak Trowulan, tolak pabrik baja, tetapkan cagar budaya! #saveTrowulan."

Apakah Anda bisa bantu petisi ini menang dengan meminta teman-teman Anda menandatanganinya? Mudah untuk berbagi dengan teman Anda di Facebook - klik saja di sini untuk sebar petisi pada Facebook.

Ada juga contoh email di bawah yang Anda dapat teruskan ke teman-teman Anda.

Sekali lagi, terima kasih -- Bersama-sama kita membuat perubahan terjadi,

Jaringan Pelestarian Majapahit

---------

Note to forward to your friends:

Hi!

I just signed the petition "Jangan rusak Trowulan, tolak pabrik baja, tetapkan cagar budaya! #saveTrowulan" on Change.org.

It's important. Will you sign it too? Here's the link:

http://www.change.org/id/petisi/jangan-rusak-trowulan-tolak-pabrik-baja-tetapkan-cagar-budaya-savetrowulan?share_id=cuHSDyFCIV&utm_campaign=signature_receipt&utm_medium=email&utm_source=share_petition

Thanks!

Berikut surat petisinya :

Untuk:
Mustafa Kemal Pasha, Bupati Mojokerto
Aris Soviyani, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur
Kacung Marijan, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Wiendu Nuryanti, Wakil Menteri Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Soekarwo, Gubernur Jawa Timur
Jangan rusak Trowulan, tolak pabrik baja, tetapkan cagar budaya! #saveTrowulan

Trowulan adalah situs kota Majapahit. Pusaka masa kerajaan Majapahit. Sejak tercatat dalam karya Thomas Stamford Raffles, The History of Java, tak hanya masyarakat Jawa dan Bali yang memiliki keterikatan dengan leluhur masa itu, tapi juga masyarakat dunia.

Jika saat ini melihat situs kota pusaka itu, sulit rasanya percaya kebesaran kerajaan ini atau cerita kemegahan istananya dari sumber–sumber Jawa Kuna, Cina, dan Eropa. Nyaris tak berbekas. Kerusakan dan pengrusakan terus terjadi di situ. Sampai hari ini.

Bahkan kini tengah dirancang pendirian pabrik baja PT Manunggal Sentral Baja, persis di kawasan situs Majapahit di Jalan Raya Mojokerto - Jombang, Trowulan, Mojokerto.

Tapi belum terlambat jika kita bergerak. Bantu kami ya tandatangani dan menyebar petisi ini, agar Trowulan ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya dan tidak hancur karena pendirian pabrik baja.

Bagaimana pun, ada harapan besar bahwa pusaka-nya masih bisa ditemukan. Seperti pusaka kerajaan di Asia Tenggara era kerajaan Majapahit: dari kerajaan Ayutthaya di Thailand sampai kerajaan Khmer di Kamboja. Kebesarannya masih terasa saat kita mendatangi situs (ibu) kota-nya.

Kebesaran kerajaan ini ikut menginspirasi pendiri bangsa Indonesia. Muhammad Yamin yang berasal Sumatera, adalah penganjur paling terkemuka tentang pentingnya rasa kebangsaan yang merujuk pada warisan kejayaan masa lalu: kebesaran Majapahit.

Rasa kebangsaan mendapat suntikan pemikiran besar bahwa pernah di suatu masa, kekuasaan bangsanya meliputi wilayah yang luas, melampaui batas wilayah Hindia Belanda.

Sekali lagi, bantu ya sebar petisi ini agar terkumpul banyak suara penyelamatan situs bersejarah ini. Desak Bupati Mojokerto, Kepala BPCB dan Gubernur Jatim, juga untuk membatalkan rencana pendirian pabrik baja di atas kawasan itu.

Kawasan Pusaka Majapahit tidak hanya berkaitan dengan temuan arkeologis, tapi juga penerapan tata ruang yang memperhatikan keharmonisan pusaka dalam rencana tata kawasan, langgam arsitektur, kelestarian lingkungan, kegiatan budaya yang berkualitas, dan berbagai aspek sebagaimana layaknya Kota Pusaka. Jadi, rasanya keliru besar jika tiba-tiba sebuah pabrik baja akan didirikan di atas kawasan ini.

Terima kasih! #saveTrowulan

Trowulan, an area which located in East Java, is the heritage site of Majapahit kingdom. Since it recorded in the works of Thomas Stamford Raffles “The History of Java”, Trowulan site began received more attention from the world, not only by the Javanese and Balinese.

Currently, if you see that site, it’s hard to believe the greatness of the Majapahit kingdom or the stories of grandeur and luxurious palace from many sources such as Javanese, Chinese, and European records. It is almost without trace there. Destructions and vandalisms continue to occur until now. Moreover, there is construction of steel plant owned by PT Manunggal Central Baja in Trowulan, near the Wringin Lawang site.

But, it’s not too late if we involved in the movement. Help us to sign and spread this petition to urge the government to set Trowulan as heritage area immediately and to stop the establishment of steel plant there.

Majapahit heritage area is not only related to the archaeological findings, but we should also give attention to the application of spatial harmony heritage in the regional planning, architectural style, environmental sustainability, cultural activities, and various aspects as befits a heritage city.

However, there is high expectation that the Majapahit heritage can still be found and preserved well. We hope at least it can be compared with other royal heritage in Southeast Asia at the same era with Majapahit such as Ayutthaya kingdom in Thailand, Khmer kingdom in Cambodia, and so forth.

Once again, plese help us to sign and spread this petition, so that we can collect many voices and supports from all over the world to rescue this important heritage site.

Thank you! #saveTrowulan

Selasa, 08 Oktober 2013

Keris/Pusaka di luar negeri

Beberapa pusaka negeri yang keberadaannya di luar negeri :

Tombak Pataka ini sekarang berada di :
THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA
Dengan data museum sebagai berikut :
Top of a Scepter
Period: Eastern Javanese period, Singasari kingdom
Date: ca. second half of the 13th century
Culture: Indonesia (Java)
Medium: Copper alloy
Dimensions: H. 16 1/16 in. (40.8 cm)
Classification: Metalwork
Credit Line: Samuel Eilenberg Collection, Gift of Samuel Eilenberg, 1987
Accession Number: 1987.142.184
This artwork is currently on display in Gallery 247



Pada Tombak Pataka ini lah pertama kali di pasang bendera Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) ketika di proklamirkan di hutan Tarikh (setelah penyerbuan pasukan Tartar dan pasukan SANGRAMA WIJAYA atas Kerajaan Gelang-gelang). Bendera tersebut bernama : Gula – Kelapa (Merah – Putih), yang sekarang kita warisi menjadi Bendera Sang Saka Merah Putih.
Tombak Pataka ini sekarang berada di :
THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA
Dengan data museum sebagai berikut :
Halberd Head with Nagas and Blades
Period: Eastern Javanese period, Singasari kingdom
Date: ca. second half of the 13th century
Culture: Indonesia (Java)
Medium: Copper Alloy
Dimensions: H.17 1/4 in. (43.8 cm); W. 9 3/4 in. ( 24.8 cm)
Classification: Metalwork
Credit Line: Samuel Eilenberg Collection, Bequest of Samuel Eilenberg, 1998
Accession Number: 2000.284.29a, b
This artwork is currently on display in Gallery 247




Tombak Pataka ini sekarang berada di :
THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA
Dengan data museum sebagai berikut :
Halberd Head with Naga and Blades
Period: Eastern Javanese period, Singasari kingdom
Date: ca. second half of the 13th century
Culture: Indonesia (Java)
Medium: Copper alloy
Dimensions: H.17 1/2 in. (44.4 cm); Gr. W. 8 1/4 in. (21 cm)
Classification: Metalwork
Credit Line: Samuel Eilenberg Collection, Gift of Samuel Eilenberg, 1996
Accession Number: 1996.468a, b
This artwork is currently on display in Gallery 247


Jenis : Pusaka Kasekten (Kesaktian)
Nama : DURGO NGERIK
Era : Majapahit, abad ke-14
Tangguh : Daha (Kadiri)
Koleksi :
THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA
Kris
Date: 18th–19th century
Culture: Javanese
Medium: Steel, gold, and wood
Classification: Krisses
Credit Line:
Edward C. Moore Collection, Bequest of Edward C. Moore, 1891
Accession Number: 91.1.899
This artwork is not on display

Jenis Pusaka : Keris Sikep (Kebesaran)
Dapur : SINGO BARONG Kinatah Emas
Pamor : Lintang Kemukus
Era : Kerajaan MATARAM
Koleksi : Museum VOLKENKUNDE, Leiden
Inventaris No. : 924-58
Asal Perolehan : Yogyakarta
Special collection: Insular Southeast Asia
Inventory number: 924-58
Material / technique: iron, nickel, gold, silver, brass, copper, wood
Dimensions: L 51 cm, L 41 cm blade, sheath 44 cm L
Date: for 1893


Jenis Pusaka : Tombak Pataka (tempat mengikat bendera Kerajaan)
Nama : KYAI TJAKRA
Era : Kerajaan MATARAM
Koleksi : Museum VOLKENKUNDE, Leiden
Inventaris No. : 704-15
Asal Perolehan : Yogyakarta
Staatsielans sheath and (say)
Special collection: Insular Southeast Asia
Inventory number: 704-15
Title: staatsielans sheath and (say)
Material / technique: gold, silver, copper, brass, wood
Dimensions: L 226 cm, 22.5 cm L point, B point 20 cm, 3.2 cm shaft D, L sheaths 11 to 18.8 cm, 2.6 to 10 cm B sheaths
Date: [NI]
Indigenous name: tjakra
Function: status, rank and dignity signs, identifiers
Culture: Yogyakarta
Origin: Yogyakarta


Jenis Pusaka : Tombak Pataka (tempat mengikat bendera Kerajaan)
Nama : KYAI ARDA DEDALI
Era : Kerajaan MATARAM
Koleksi : Museum VOLKENKUNDE, Leiden
Inventaris No. : 704-13
Asal Perolehan : Yogyakarta
Staatsielans and sheath
Special collection: Insular Southeast Asia
Inventory number: 704-13
Title: staatsielans and sheath
Material / technique: gold, diamond, wood, silver
Dimensions: L 230 cm x 6.4 cm section 22; D shaft 3 cm x 2.5 cm sheath 17
Date: [NI]
Indigenous name: Arda dedali
Function: status, rank and dignity signs, identifiers
Culture: Yogyakarta
Origin: Yogyakarta

Tangguh Keris

Dalam catatan kuno seperti Serat Centhini, dituliskan ciri-ciri yang meyakini akan adanya sebuah gaya atau langgam dari setiap zaman kerajaan. Artinya, keris pada zaman Majapahit diyakini memiliki ciri dan gaya atau langgam yang sama (seragam). Begitu pula pada zaman kerajaan Mataram dan kerajaan-kerajaan lain setelahnya diyakini memiliki gayanya masing-masing. Keyakinan terhadap bahan besi dan pamor juga menjadi panduan dalam ilmu tangguh ini.
Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut:

  1. Kuno (Buddha) tahun 125 M – 1125 M
    Meliputi kerajaan Purwacarita, Medang Siwanda, Medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Pengging Witaradya, Kahuripan, dan Kediri.
  2. Madya Kuno (Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M
    Meliputi kerajaan Jenggala, Singosari, Pajajaran, dan Cirebon.
  3. Sepuh Tengah (Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M
    Meliputi Kerajaan Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit, dan Blambangan.
  4. Tengahan (Abad Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M
    Meliputi Kerajaan Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram.
  5. Nom-noman (Muda) tahun 1614 M – 1945
    Meliputi Kerajaan Kartasura dan Surakarta.
  6. Kamardhikan (Tahun 1945 hingga seterusnya)
    Adalah keris yang diciptakan setelah Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1945. Pada saat itu raja Surakarta Hadiningrat ke XII mendapat julukan Sinuhun Hamardika. Keris yang diciptakan pada era ini dan setelahnya masuk dalam penggolongan keris tangguh kamardhikan.
Ada beberapa tangguh keris yang dikenal masyarakat diantaranya :

  1. Tangguh Segaluh (abad 12)
  2. Tangguh Pajajaran (abad 12)
  3. Tangguh Kahuripan (abad 12)
  4. Tangguh Jenggala (abad 13)
  5. Tangguh Singasari (abad 13)
  6. Tangguh Majapahit (1294-1474)
  7. Tangguh Madura (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
  8. Tangguh Blambangan (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
  9. Tangguh Sedayu (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
  10. Tangguh Tuban (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
  11. Tangguh Sendang (1294-1474, Era Invansi Kerajaan Majapahit)
  12. Tangguh Pengging (1475-1479)
  13. Tangguh Demak (1480-1550)
  14. Tangguh Pajang (1551-1582)
  15. Tangguh Madiun (abad 16)
  16. Tangguh Koripan (abad 16)
  17. Tangguh Mataram (1582-1749) a) Panembahan Senapati – Sutawijaya (1582-1601) b) Panembahan Seda Krapyak – Mas Jolang (1601-1613) c) Sultan Agung – R.M. Rangsang (1613-1645) d) Amangkurat I – Seda Tegal Arum (1645-1677) e) Amangkurat II (1677-1703) f) Amangkurat III – Sunan Mas (1703-1705) g) Paku Buwono I – Sunan Puger (1705-1719) h) Amangkurat IV – Sunan Prabu (1719-1725) i) Paku Buwono II (1725-1749)
  18. Tangguh Cirebon (abad 16)
  19. Tangguh Surakarta (1749-sekarang) a) Paku Buwono III (1749-1788) b) Paku Buwono IV (1788-1820) c) Paku Buwono V (1820-1823) d) Paku Buwono VI (1823-1830) e) Paku Buwono VII (1830-1858) f) Paku Buwono VIII (1858-1861) g) Paku Buwono IX (1861-1893) h) Paku Buwono X (1893-1939) i) Paku Buwono XI (1839-1944) j) Paku Buwono XII (1944-sekarang)
  20. Tangguh Yogyakarta (1755-sekarang) a) Hamengku Buwono I – P. Mangkubmi (1755-1792) b) Hamengku Buwono II – Sultan Sepuh (1792-1810) c) Hamengku Buwono III (1810-1814) d) Hamengku Buwono IV (1814-1822) e) Hamengku Buwono V (1822-1855) f) Hamengku Buwono VI (1855-1877) g) Hamengku Buwono VII (1877-1921) h) Hamengku Buwono VIII (1921-1939) i) Hamengku Buwono IX (1939-1990) j) Hamengku Buwono X (1990-sekarang)

Sedangkan Bambang Harsrinuksmo dalam bukunya Ensiklopedi Budaya Nasional. Keris dan senjata tradisional Indonesia lainnya membagi Tangguh / periodeisasi zaman pembuatan keris di Pulau Jawa menjadi 20 masa / tangguh. Diantaranya :

  1. Jaman Kabuddhan (abad 6-9)
  2. Kahuripan (abad 11 an)
  3. Jenggala (abad pertengahan 11)
  4. Singasari (abad pertengahan 11)
  5. Madura Tua (abad 12-14)
  6. Pajajaran (abad 12-14)
  7. Segaluh (abad 13 an)
  8. Tuban (abad 12-18)
  9. Blambangan (abad 12-13)
  10. Majapahit (abad 13-14)
  11. Pengging Witaradya (abad 13 an)
  12. Demak (abad 14 an)
  13. Pajang (abad 14 an)
  14. Mataram Senopaten (abad 14-15)
  15. Mataram Sultan Agung (abad 16)
  16. Mataram Amangkurat (abad 17)
  17. Kartasura (abad 18)
  18. Surakarta (1726 – 1945)
  19. Yogyakarta (1755 – 1945)
  20. Republik Indonesia / Kamardhikan (1945 – sekarang)
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh Buddha. Keris Buddha mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar, tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang asli dan yang palsu. Hanya penggemar tosan aji yang serius saja yang bisa membedakannya. Keris Buddha dan tangguh kabuddhan, walaupun di kenal masyarakat secara luas, tidak dimasukan dalam buku yang memuat soal tangguh. Mungkin karena dapur keris yang di anggap masuk dalam tangguh Kabuddhan dan hanya sedikit yakni hanya dua macam bentuksaja , jalak buddha dan bethok buddha.
Berikut adalah ricikan yang menjadi ciri khas masing-masing Tangguh atau zaman :

  • Tangguh Segaluh
    Mempunyai pasikutan kaku tetapi luruh. Besinya berkesan kering, warnanya hitam pucat kehijauan. Pamornya kelem. Panjang bilahnya bermacam-macam ada yang panjang, ada pula yang pendek. Gandiknya maju ke depan, sehingga ganjanya selalu panjang.
  • Tangguh Pajajaran Pasikutannya kaku dan kasar, besinya cenderung kering, keputih-putihan. Pemunculan pamornya tidak direncanakan. Menancapnya pamor pada bilah keris pandes (kokoh, dalam) dan halus. Pamor itu tergolong nggajih. Bilahnya agak panjang dibandingkan keris tangguh lainnya, gandiknya panjang dan miring. Sirah cecak pada ganja-nya lonjong memanjang.
  • Tangguh Kahuripan Pasikutannya hambar, kurang semu. Warna besinya agak kehitaman, biasanya berpamor sanak, tetapi ada pula yang mubyar. Ganjanya agak tinggi, tetapi tidak begitu lebar. Ukuran panjang bilahnya sedang, luknya tidak merata, makin ke ujung makin rapat. Ada kalanya keris tangguh Kahuripan berganja iras, namun banyak juga yang tidak.
  • Tanggguh Jenggala Pasikutannya luwes, birawa. Besinya agak kehitaman, berpamor lumer pandes, tetapi ada pula yang mubyar. Ukuran panjang bilahnya agak berlebihan dibanding tangguh lainnya, demikian juga lebar bilahnya, terutama di bagian sor-soran. Luknya luwes merata, sirah cecak pada ganja bentuknya lonjong memanjang.
  • Tangguh Singasari Pasikutannya kaku dan wingit. Bilahnya berukuran sedang, ujungnya tak begitu runcing. Warna besinya abu-abu kehitaman, nyabak (bagaikan batu tulis). Menancapnya pamor pada permukaan bilah lumer dan pandes. Penampilan pamor itu biasanya lembut dan suram (kelem). Gandiknya berukuran sedang, agak miring. Sirah cecak pada ganja bentuknya lonjong memanjang.
  • Tangguh Majapahit Pasikutannya agak wingit dan prigel, besinya lumer (halus rabaannya) dan berkesan kering, warnanya agak biru. Menancapnya pamor pada bilah pandes lan ngawat (kokoh serupa kawat), sebagian pamor itu mrambut. Panjang bilahnya berukuran sedang, makin ke ujung makin ramping sehingga berkesan runcing. Luknya tidak begitu rapat. Gandiknya miring dan agak pendek.
  • Tangguh Madura
    Dibagi menjadi dua, yakni Madura Tua yang se-zaman dengan zaman Majapahit dan Madura Muda yang se-zaman dengan zaman Mataram Amangkuratan. Keris tangguh Madura Tua, pasikutannya demes (serasi, seimbang, menyenangkan). Besinya terkesan kering seperti kurang wasuhan, warnanya hitam pucat kehijauan. Pamornya nggajih dan nyekrak, kasar rabaannya. Panjang bilahnya tidak merata, ada yang panjang, ada yang sedang, ada yang agak pendek. Gajihnya sebit ron tal, sirah cecaknya pendek. Keris tangguh Madura Muda mempunyai pasikutan galak. Besinya berkesan kering, seperti kurang wasuhan, warnanya hitam agak abu-abu, kadar bajanya kurang. Pamornya mubyar dan nyekrak. Gandiknya miring, ganjanya sebit ron tal, sirah cecaknya pendek.
  • Tangguh Blambangan Pasikutannya demes. Besinya keputihan, dan berkesan demes, serasi. Pamornya nggajih dan menancap pada permukaan bilah secara pandes. Bilah keris tangguh Blambangan berukuran sedang, ujungnya tidak terlalu meruncing. Gandiknya pendek dan miring, ganjanya sebit ron tal, sedangkan sirah cecaknya pendek.
  • Tangguh Sedayu Pasikutannya demes, serasi, harmonis. Panjang bilahnya sedang, berkesan ramping, luknya luwes. Besinya matang tempaan, berkesan basah, hitam kebiruan. Pamornya bersahaja, mrambut, dan seolah mengambang pada bilahnya. Ganjanya tergolong sebit ron tal dan sirah cecaknya agak pendek.
  • Tangguh Tuban Pasikutannya sedang, panjang bilahnya sedang agak lebar, agak tebal, luknya renggang dan dangkal. Besinya hitam, kadar bajanya banyak dan berkesan kering. Pamornya kelem dan pandes. Gandiknya pendek. Bentuk sirah cecak pada ganjanya membulat, besar, tetapi pendek, sogokannya panjang.
  • Tangguh Sendang
    Meskipun garpannya rapi, pasikutannya wagu, kurang harmonis, kurang serasi. Bilahnya kecil, ramping dan agak pendek. Besinya matang tempaan, kehitaman dan berkesan basah. Pamornya sederhana dan berkesan mengambang.
  • Tangguh Pengging Pasikutannya sedang, ramping, garapannya rapi. Jika keris luk, luknya rengkol sekali. Besinya hitam, berkesan basah. Pamornya bersahaja, lumer pandes. Gulu melednya panjang.
  • Tangguh Demak Pasikutannya wingit. Bilahnya berukuran sedang, besinya hitam kebiru-biruan dan berkesan basah. Pamornya tergolong kalem dan berkesan mengambang. Ganjanya tipis, sirah cecaknya pendek.
  • Tangguh Panjang Pasikutannya kemba, besinya odol dan garingsing. Pamornya sawetu-wetune (tiban, tidak dirancang). Kembang kacangnya besar, lebar dan kokoh.
  • Tangguh Madiun Pasikutannya kemba, besinya berkesan basah. Pamornya sedikit tapi lumer dan pandes. Bilah tebal, biasanya nglimpa, konturnya agak mbembeng.
  • Tangguh Koripan Pasikutannya kemba, tanpa semu (hambar). Besinya garingsing (kehitaman dan berkesan kering); pamornya kebanyakan adeg, jenisnya pamor sanak.
  • Tangguh Mataram
    Dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, Mataram Senopaten : pasikutannya prigel, sereg; besinya hitam kebiruan. Pamornya pandes dan ngawat. Kedua, Mataram Sultan Agung : pasikutannya demes (serasi, menyenangkan, tampan, enak dilihat); besinya mentah; pamornya mubyar. Dan ketiga, Mataram Amangkuratan : pasikutannya galak, birawa; besinya mentah; pamornya kemambang. Tangguh Mataram Amangkuratan biasanya juga disebut tangguh Kartasura.
  • Tangguh Cirebon Pasikutannya wingit. Bilahnya berukuran sedang, tipis,jarang yang memakai ada-ada; besinya hitam kecoklatan dan berkesan kering. Pamornya tergolong kelem dan berkesan mengambang. Ganjanya tipis; sirah cecaknya pendek.
  • Tangguh Surakarta Pasikutannya demes dan gagah (serasi, menyenangkan, tampan, gajah), birawa. Besinya mentah; pamornya mubyar. Ganja-nya memakai tungkakan.
  • Tangguh Yogyakarta
    Tangguh Yogyakarta agak mirip dengan tangguh Majapahit. Pasikutannya wingit dan prigel. Besinya lumer (halus rabaannya) dan berkesan kering, warnanya agak biru. Menancapnya pamor pada bilah pandes dan ngawat (kokoh dan serupa kawat); sebagian pamor itu mrambut. Panjang bilahnya berukuran sedang, makin ke ujung makin ramping sehingga berkesan runcing. Luknya tidak begitu rapat. Gandiknya miring dan agak pendek.
Berikut adalah tangguh-tangguh keris Jawa beserta beberapa empu terpandangnya menurut Wirasoekadga, pandai besi dari Karaton Surakarta Hadiningrat[1]. Beberapa nama mungkin digolongkan pada tangguh yang berbeda menurut rujukan lain.

  • Pajajaran, dengan empu-empu sebagai berikut.

    • Ki Keleng
    • Ki Kuwung
    • Ki Loning
    • Ki Angga
    • Empu ing Pagelen [Bagelen ?]
    • Ki Sikir dukun Tapan
    • Siungwanara, sewaktu mengabdi pada bupati Arya 

  • Tuban

    • Ki Panekti
    • Ki Suratman
    • Ki Modin
    • Ki Galahita
    • Ki Bekel Jati
    • Ki Supadriya
    • Ni Mbok Sambra[2]
    • Jirak

  • Madura

    • Ki Kasa
    • Ki Macan
    • Ki Kacang
    • Ki Luju Madura
  • Blambangan
    • Ki Mendung
    • Ki Tembarok
    • Ki Supagati
    • Pangeran Pitrang

  • Majapahit (tidak sama dengan "keris majapahit"!)

    • Ki Supadriya
    • Ki Supagati
    • Ki Jaka Supa
    • Ki Jigja
    • Angga-Cuwiri
    • Ki Singkir Wanabaya
    • Empu-empu anggota perkumpulan (empu-empu Pekelun)
    • Kuripan

  • Sedayu (sekarang dekat Bantul)
    • Pangeran Sedayu (alias Empu Supa)
    • murid-murid Pangeran Sedayu
  • Jenu (dekat Jipang, Kabupaten Blora)
    • Adipati Jenu (Jaka Sura)
  • Tirisdayu
    • Ki Siki
  • Setrabanyu di Matesih
    • Ki Setra
  • Madiun
    • Ki Kodhok ("Ki Supa Anom")
    • sahabat-sahabat Ki Kodhok
  • Demak
  • Cirebon
  • Kudus
  • Pajang
    • Ki Umyang
    • sahabat-sahabat Ki Umyang
  • Pajang–Mataram (dikenal juga sebagai Mataram Senopatèn)
    • Ki Arya Japan
  • Mataram (dari era Sultan Agung dan seterusnya)
    • Ki Umayi
    • Ki Legi
    • Ki Guling
    • Ki Nom
    • Pangeran Sendhang
  • Ngentha-entha[3]
  • Kartasura
    • Ki Lujuguna
    • Ki Macan
  • Surakarta (dibagi menjadi lima zaman: Pakubuwana IV (PB IV), PB V, Mangkubumen, PB IX, dan PB X, dengan empu masing-masing).

    • Brajaguna
    • Brajasetika
    • Ki Tirtadangsa
    • R.Ng. Jayasukadga (dua zaman)
    • R.Ng. Japan
    • R.Ng. Singawijaya
    • R.Ng. Brajasetama
    • R.Ng. Wirasukadga
    • Ki Mangunwalela
Keris-keris dari luar Jawa juga memiliki gaya masing-masing. Keterbatasan rujukan membuat khazanah variasi keris Nusantara luar Jawa belum dapat dipaparkan secara layak.
Di Sumatera dikenal berbagai gaya pembuatan keris. Beberapa sentra keris yang ada di Sumatera yang memiliki kekhasan adalah sebagai berikut.

  • Aceh/Gayo
  • Minang
  • Riau/Bangkinang
  • Palembang
  • Bangka Belitung
  • Lampung

Pengertian Keris

  1. Keris harus terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian bilah keris (termasuk pesi) dan bagian ganja. Bagian bilah dan pesi melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan ujud yoni. Dalam falsafah Jawa, yang bisa dikatakan sama dengan falsafah Hindu, persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambang akan harapan atas kesuburan, keabadian (kelestarian), dan kekuatan.
  2. Bilah keris harus selalu membuat sudut tertentu terhadap ganja. Bukan tegak lurus. Kedudukan bilah keris yang miring atau condong, ini adalah perlambang dari sifat orang Jawa, dan juga suku bangsa Indonesia lainnya, bahwa seseorang, apa pun pangkat dan kedudukannya, harus senantiasa tunduk dan hormat bukan saja pada Sang Pencipta, juga pada sesamanya. Ilmu padi, kata pepatah, makin berilmu seseorang, makin tunduklah orang itu.
  3. Ukuran panjang bilah keris yang lazim adalah antara 33 - 38 cm. Beberapa keris luar Jawa bisa mencapai 58 cm, bahkan keris buatan Filipina Selatan, panjangnya ada yang mencapai 64 cm. Yang terpendek adalah keris Buda dan keris buatan Nyi Sombro Pajajaran, yakni hanya sekitar 16 - 18 cm saja.
    Tetapi keris yang dibuat orang amat kecil dan pendek, misalnya hanya 12 cm, atau bahkan ada yang lebih kecil dari ukuran fullpen, tidak dapat digolongkan sebagai keris, melainkan semacam jimat berbentuk keris-kerisan.
  4. Keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam,- minimal dua, yakni besi, baja dan bahan pamor. Pada keris-keris tua, semisal keris Buda, tidak menggunakan baja.